A. PENDAHULUAN
Pembangunan karakter dan budaya adalah
upaya kolektif bangsa dalam rangka mengangkat harkat dan martabat bangsa, serta
manusia Indonesia seutuhnya. Fenomena kemerosotan moral dan degradasi akhlak yang
mengemuka belakangan ini telah mengancam sendi-sendi keteladanan sikap dan
perilaku sebagian komunitas anak bangsa. Penyimpangan perilaku seperti praktik
korupsi, konsumsi narkoba, tawuran
massal, demonstrasi anarkis, dan berbagai bentuk tindakan melawan hukum lainnya
adalah dampak dari kemerosotan moral. Hal ini telah menginspirasi para ilmuwan
dan praktisi pendidikan untuk mengambil langkah antisipatif dengan
mengintegrasikan nilai-nilai karakter dalam pembelajaran (Yaumi, 2014). Langkah tersebut dipandang sangat
efektif untuk mengonstruksi dan merekat bangunan akhlak dan budi pekerti yang
luhur sebagai landasan terbangunnya Indonesia emas yang lebih berperadaban dan
berperikemanusiaan (Dewantara, 1977).
Keadaban bangsa Indonesia telah lama
menjadi cita-cita bersama dan selalu menjadi inti tujuan pendidikan nasional. Undang-undang No. 2/1989,
pasal 4 mencantumkan bahwa "Pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan
manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap
Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi-pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan
keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri
serta rasa tanggung-jawab kemasyarakatan dan kebangsaan." Begitu pula
tujuan pendidikan nasional sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang No. 20,
Tahun 2003, Pasal 3 menyebutkan bahwa "Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab."
Beriman, bertakwa, berbudi pekerti luhur, berpengetahuan
berketerampilan, memiliki kesehatan jasmani dan rohani, berkepribadian mantap,
mandiri, dan tanggung
jawab, sebagaimana tercantum dalam undang-undang tersebut dipandang sebagai nilai-nilai spiritual yang digali dan
dikembangkan dari budaya, tradisi, dan agama yang dianut oleh mayoritas manusia
Indonesia. Nilai-nilai spiritual ini berkorelasi langsung dengan kehidupan
keagamaan, kebahagiaan, kesadaran paling dalam, motivasi, kepuasan kerja, dan
strategi pembelajaran. Temuan yang ditunjukkan oleh Baharuddin dan Ismail
(2013) menunjukkan bukti bahwa kecerdasan
rohaniah warga tua dengan amalan agama di Rumah Kebajikan mempunyai hubungan
positif yang signifikan. Warga tua yang mempunyai domain spiritual yang
tinggi menyebabkan mereka senang untuk melaksanakan amal ibadah dalam kehidupan
keseharian mereka. Begitu pula studi yang dilakukan oleh Isfahani dan Nobakht (2013) yang menemukan bahwa terdapat hubungan signifikan antara
kecerdasan spiritual dengan kebahagian. Kecerdasan spiritual memicu
terbentuknya kemampuan dan keterampilan yang menyebabkan mereka cenderung
sangat aktif dan memengarungi konteks sosial dan sejarah yang berbeda dengan
orang lain umumnya dan oleh karena itu mereka tidak pernah takut menghadapi
kehidupan yang menyebabkan mereka mampu mengatasi berbagai permasalahan yang
dihadapi untuk mengantarkan pada kepuasan batin, kebahagiaan hidup, dan kesadaran
yang mendalam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar