Komitmen
pemerintah Indonesia dalam upaya perbaikan
kinerja guru beberapa tahun terakhir ini mengalami perkembangan yang cukup
baik. Secara normatif, lahirnya undang-undang
nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
tenaga pendidik telah diakui sebagai tenaga profesional menunjukkan adanya niat baik dalam
membangun sektor pendidikan. Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen yang menetapkan bahwa pembinaan dan pengembangan profesi guru meliputi
kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional juga merupakan bukti adanya
kepedulian pemerintah.
Begitu
pula keluarnya Peraturan Menteri (PERMEN) Pendidikan Nasional Republik Indonesia
Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Sertifikasi Guru dalam Jabatan merupakan bukti menguatnya
komitmen untuk meningkatkan kinerja tenaga
pendidik khususnya guru dan dosen dalam menjalankan tugas keprofesionalan.
Namun, menguatnya komitmen pemerintah
tersebut berbanding terbalik dengan realitas kondisi kinerja guru yang masih
rendah baik ditinjau dari aspek motivasi kerja, prestasi peserta didik, kinerja
guru dalam pembelajaran, maupun ditelaah dari perspektif penyelenggaraan ujian
nasional, Pertama, dilihat dari aspek
motivasi kerja guru ditunjukkan dalam survei yang dilakukan oleh Persatuan Guru Republik Indonesia
(PGRI) terhadap 28 propinsi di seluruh
Indonesia yang menemukan bahwa motivasi
guru yang sudah lulus sertifikasi masih rendah dari guru lain yang belum lulus
sertifikasi. Namun, dampak sertifikasi terhadap kemampuan membeli buku penunjang
sertifikasi, berlangganan surat kabar/jurnal, kebiasaan menggunakan
komputer/laptop, dan partisipasi dalam mengikuti pelatihan/seminar, membuat
bahan ajar, melibatkan diri dalam kegiatan profesi, hingga melakukan penelitian dan menulis karya
ilmiah memperlihatkan kecenderungan yang meningkat.
Kedua, rendahnya kinerja
guru dapat dilihat dari prestasi yang ditunjukkan oleh peserta didik. Berdasarkan data dalam Education for All
(EFA) Global Monitoring Report 2011 yang dikeluarkan UNESCO
menunjukkan bahwa indeks pembangunan pendidikan Indonesia berada pada urutan 69
dari 127 negara yang disurvei atau turun empat tingkatan jika dibandingkan
hasil survei sebelumnya yang menempatkan Indonesia pada urutan ke 65. Survei
itu menggunakan empat tolok ukur, yaitu angka partisipasi pendidikan dasar,
angka melek huruf pada anak usia 15 tahun ke atas, angka partisipasi menurut kesetaraan jender, dan
angka bertahan peserta didik hingga kelas V sekolah dasar. Ketiga,
rendahnya kinerja guru dapat dilihat dari pelaksanaan pembelajaran. Berdasarkan hasil observasi
yang dilakukan penulis di beberapa sekolah menunjukkan bahwa pelaksanaan pembelajaran
masih menggunakan pendekatan yang berpusat pada guru (teacher-centered approach) dari pada menerapkan pendekatan yang
perpusat pada peserta didik (student-centered
approach). Pelaksanaan
pembelajaran langsung (direct instruction)
dan belajar dengan bantuan guru (assisted
learning) menjadi pendekatan yang
sering dianut dalam setiap pelaksanaan pembelajaran.
Artikel
Lengkap Klik Database Artikel Dr.Muhammad Yaumi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar