Senin, Februari 16, 2015

KONSTRUKSI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS KECERDASAN SPIRITUAL UNTUK PERBAIKAN KARAKTER



A. PENDAHULUAN
Pembangunan karakter dan budaya adalah upaya kolektif bangsa dalam rangka mengangkat harkat dan martabat bangsa, serta manusia Indonesia seutuhnya. Fenomena kemerosotan moral dan degradasi akhlak yang mengemuka belakangan ini telah mengancam sendi-sendi keteladanan sikap dan perilaku sebagian komunitas anak bangsa. Penyimpangan perilaku seperti praktik korupsi, konsumsi narkoba,  tawuran massal, demonstrasi anarkis, dan berbagai bentuk tindakan melawan hukum lainnya adalah dampak dari kemerosotan moral. Hal ini telah menginspirasi para ilmuwan dan praktisi pendidikan untuk mengambil langkah antisipatif dengan mengintegrasikan nilai-nilai karakter dalam pembelajaran (Yaumi,  2014). Langkah tersebut dipandang sangat efektif untuk mengonstruksi dan merekat bangunan akhlak dan budi pekerti yang luhur sebagai landasan terbangunnya Indonesia emas yang lebih berperadaban dan berperikemanusiaan (Dewantara, 1977).
Keadaban bangsa Indonesia telah lama menjadi cita-cita bersama dan selalu menjadi inti tujuan pendidikan nasional. Undang-undang No. 2/1989, pasal 4 mencantumkan bahwa "Pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi-pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung-jawab kemasyarakatan dan kebangsaan." Begitu pula tujuan pendidikan nasional sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang No. 20, Tahun 2003, Pasal 3 menyebutkan bahwa "Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab."
Beriman, bertakwa, berbudi pekerti luhur, berpengetahuan berketerampilan, memiliki kesehatan jasmani dan rohani, berkepribadian mantap, mandiri, dan tanggung jawab, sebagaimana tercantum dalam undang-undang tersebut dipandang sebagai nilai-nilai spiritual yang digali dan dikembangkan dari budaya, tradisi, dan agama yang dianut oleh mayoritas manusia Indonesia. Nilai-nilai spiritual ini berkorelasi langsung dengan kehidupan keagamaan, kebahagiaan, kesadaran paling dalam, motivasi, kepuasan kerja, dan strategi pembelajaran. Temuan yang ditunjukkan oleh Baharuddin dan Ismail (2013) menunjukkan bukti bahwa kecerdasan rohaniah warga tua dengan amalan agama di Rumah Kebajikan mempunyai hubungan positif yang signifikan. Warga tua yang mempunyai domain spiritual yang tinggi menyebabkan mereka senang untuk melaksanakan amal ibadah dalam kehidupan keseharian mereka. Begitu pula studi yang dilakukan oleh Isfahani dan Nobakht (2013) yang menemukan bahwa terdapat hubungan signifikan antara kecerdasan spiritual dengan kebahagian. Kecerdasan spiritual memicu terbentuknya kemampuan dan keterampilan yang menyebabkan mereka cenderung sangat aktif dan memengarungi konteks sosial dan sejarah yang berbeda dengan orang lain umumnya dan oleh karena itu mereka tidak pernah takut menghadapi kehidupan yang menyebabkan mereka mampu mengatasi berbagai permasalahan yang dihadapi untuk mengantarkan pada kepuasan batin, kebahagiaan hidup, dan kesadaran yang mendalam. 

Tidak ada komentar: