Efektivitas suatu pembelajaran sangat ditentukan oleh sejauh mana perencanaan yang dilakukan oleh tenaga
pengajar. Perencanaan pembelajaran tidak hanya sekedar untuk
melengkapi kebutuhan administrasi dan kurikulum, tetapi harus didesain dengan
melibatkan komponen-komponen desain instruksional yang meliputi tujuan
instruksional yang diawali dengan analisis instruksional, analisis peserta
didik dan konteks, merumuskan sasaran kinerja, pengembangan instrumen
penilaian, mengembangkan strategi pembelajaran, mengembangkan dan memilih
materi, dan mengembangkan serta melakukan evaluasi formatif dan sumatif.
Namun, pengembangan bahan ajar yang dilakukan selama ini
baru dalam batas pengadaan bahan cetak berupa hand out, ringkasan
materi, dan materi penyajian
dalam bentuk Powerpoint. Bahan cetak lain
seperti buku dan modul masih sangat
terbatas dihasilkan apalagi kalau bahan ajar berupa audio, visual, dan multi media yang mengintegrasikan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK). Pengembangan modul hanya sekedar mengumpulkan
materi yang langsung diajarkan kepada peserta didik tanpa melakukan analisis
kebutuhan dan berbagai proses yang sistemik
dan sistematis. Proses penyusunan seperti ini
tidak dapat menjangkau kebutuhan peserta didik yang sesungguhnya sehinga materi pembelajaran yang disampaikan cenderung tidak dapat menarik minat peserta didik. Begitu pula, pembelajaran yang hanya mengandalkan handout
dan ringkasan materi
memang dapat memberikan
ringkasan pelajaran yang bisa disampaikan dalam waktu singkat dan dapat
dipahami lebih cepat. Tetapi, akibatnya peserta didik hanya dapat memahami
secara sederhana aplikasi pembelajaran yang bersifat dangkal. Sedangkan,
secara konseptual, teori-teori, postulat, dan rumus-rumus yang membangun
pemahaman secara mendalam tidak dapat dijabarkan dengan sistematis dan
berkelanjutan.
Bahan ajar yang dikembangkan berdasarkan teori desain instruksional
memegang peranan penting dalam menciptakan kondisi belajar yang kondusif. Terdapat tiga alasan mengapa bahan ajar itu memiliki
posisi sentral, yakni (1) merupakan representasi
sajian tenaga pengajar, (2) sebagai
sarana pencapaian tujuan pembelajaran, dan (3) pengoptimalan pelayanan terhadap peserta didik.[2] Pertama, bahan
ajar sebagai representasi dari penjelasan tenaga
pengajar di depan kelas. Keterangan-keterangan,
uraian-uraian yang harus disampaikan, dan informasi yang harus disajikan tenaga pengajar dihimpun di dalam
bahan ajar. Dengan demikian, tenaga pengajar dapat mengurangi aktivitas untuk menjelaskan sehingga
memiliki banyak waktu untuk membimbing pemelajar dalam melakukan aktivitas
pembelajaran. Kedua,
bahan ajar berkedudukan sebagai alat atau sarana untuk mencapai tujuan. Ketiga, bahan
ajar juga merupakan wujud pelayanan satuan pendidikan terhadap peserta didik.
Peserta didik berhadapan dengan bahan yang terdokumentasi dan berhubungan
dengan informasi yang konsisten sehingga bagi peserta didik yang cepat belajar
dapat mengoptimalkan kemampuannya dengan mempelajari bahan ajar tersebut. Sebaliknya, bagi peserta didik yang
lamban belajar dapat mempelajari bahan ajar secara
berulang-ulang. Dengan demikian, optimalisasi
pelayanan belajar terhadap peserta didik dapat terselenggara dengan baik
melalui penggunaan bahan ajar.
Pengembangan adalah
salah satu domain teknologi pembelajaran yang berfungsi
sebagai proses penerjemahan spesifikasi desain ke dalam bentuk
fisik. Dalam
melakukan kegiatan pengembangan, beberapa
pertimbangan penting yang perlu dipahami mencakup (1) mengidentifikasi tujuan
pembelajaran (standar kompetensi), (2) melakukan analisis pembelajaran, (3)
menganalisis peserta didik dan konteks, (4)
menulis tujuan instruksional khusus (kompetensi dasar), (5) mengembangkan
instrument asesmen, (6) mengembangkan strategi pembelajaran, (7) mengembangkan
dan menyeleksi materi pembelajaran, (8) mendesain dan melakukan evaluasi
formatif, (9) melakukan revisi, dan (10) mendesain dan melakukan evaluasi
sumatif.
Artikel Lengkap, Clik Database Artikel Dr. Muhammad Yaumi